Kamis, 08 Agustus 2013

CARA KERJA AHU ( AIR HANDLING UNIT )


AHU dan Ducting

AHU merupakan singkatan dari Air Handling Unit. Di AHU ini terjadi proses pengkodisian udara seperti suhu, kelembaban dan kebersihan udara. Di AHU terdapat Cooling Coil, Filter dan Blower (fan). Sedangkan Ducting adalah saluran yang berfungsi menyalurkan udara. Dalam gambar 1 menunjukkan bagaiamana aliran udara dalam ducting dan AHU.



Gambar 1. Skema Ducting dan AHU


Aliran Udara.

Return Air (RA) adalah udara yang disirkulasikan untuk didinginkan kembali dari ruangan yang didalamnya terdapat beban panas.

Outdoor air (OA) adalah udara segar dari luar gedung. Di dalam gedung terdapat banyak manusia yang membutuhkan udara segar. Sedangkan di dalam gedung, terutama di gedung-gedung besar hanya memiliki sedikit jendela. Oleh karena itu udara segar ini disisipkan ke dalam sistem ducting untuk keperluan manusia di dalam gedung. Banyaknya udara luar yang dialirkan dalam sistem ini harus disesuaikan dengan keperluan.

Mixing Air adalah udara campuran dari Return Air dan Outdoor Air. Udara campuran inilah yang akan disupply ke dalam gedung atau ruangan dengan terlebih dahulu dibersihkan dan didinginkan.

RA dan OA bercampur menjadi Mixing air atau udara campuran. Kemudian udara campuran ini melewati filter untuk dibersihkan. Debu-debu akan disaring disini sehingga menjadi lebih bersih. Setelah melewati filter udara campuran ini akan mengalami pendinginan oleh Cooling Coil. Seteleh itu udara yang bersih dan dingin dialirkan ke ruangan-ruangan dan gedung.

Di dalam ruangan terdapat beban panas. Udara dingin yang dialirkan ke ruangan sehingga udara menjadi lebih sejuk.

Karena udara dingin tadi menarik kalor dari beban panas ruangan maka udara tersebut menjadi lebih panas dibandingkan sebelum memasuki ruangan. Udara yang lebih panas inilah yang disebut dengan Return Air (RA). Setelah itu RA akan kembali ke Ducting dan mengalami proses yang sama.


Cooling coil, Blower, dan Filter

Cooling coil merupakan sebuah penukar kalor (Heat Exchanger). Pertukaran kalor terjadi dengan udara yang lewat penukar kalor tersebut. Cooling coil yang lebih dingin akan menarik kalor dari udara yang lewat (Mixing Air) sehingga udara menjadi lebih dingin.

Cooling coil ini dingin karena adanya sistem refrigerasi (bagian evaporator) atau sistem chiller.

Blower dapat berupa kipas (fan) yang berfungsi untuk mengalirkan udara.

Filter mempunyai fungsi untuk membersihkan udara. Filter dapat berupa saringan yang menahan debu-debu sehingga tidak masuk ke ruangan.

Rabu, 20 Maret 2013

FAKTOR-FAKTOR KEAMANAN MESIN BUBUT


Faktor-faktor keamanan mesin bubut


Mesin dapat menjadi sangat berbahaya jika tidak dilakukan sesuai dengan prosedur, meskipun dia dilengkapi dengan berbagai macam alat keamanan. Berikut ini adalah beberapa regulasi keamanan yang perlu diperhatikan selama operasi mesin bubut.

Hal-hal yang perlu diperhatikan selama mengoperasikan mesin bubut: 

  1. Jangan mencoba mengoperasikan mesin jika belum mengerti benar akan prosedur pengoperasian mesin.
  2. Jangan menggunakan pakaian yang kedodoran, cincin, jam tangan jika mengoperasikan mesin.
  3. Selalu menghentikan mesin sebelum melakukan pengukuran
  4. Selalu menggunakan sikat baja untuk membersihkan gram. 
  5.  Sebelum memasang atau melepaskan kelengkapan mesin, yakinlah bahwa arus listrik sudah dimatikan.
  6. Jangan membuat goresan yang dalam pada benda kerja. Hal ini akan membuat lendutan/momen pada benda kerja.

PENERAPAN K3 BIDANG PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN


Penerapan K3 Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekan


Berdasarkan Undang-Undang Uap Tahun 1930 pasal 12, pesawat uap harus dilengkapi dengan alat pengaman
yang disesuaikan dengan penggolongan ketel uapnya.Dengan adanya alat pengaman,maka pesawat ketel uap yang dioperasikan akan amanbagi operator maupun lingkungannya.

Perlengkapan ketel uap seperti yang disyaratkan dalam Undang
Undang Uap terdiri dari:

a. Katup Pengaman (Safety Valve)
Alat ini berfungsi untuk menyalurkan tekanan yang melebihi
kapasitas tekanan ketel. Apabila tidak ada katup pengaman, ketel
dapat meledak karena adanyanya tekanan lebih yang tidak
mampu ditahan ketel.

b. Manometer (Pressure Gauge)
Alat ini berfungsi untuk mengetahui tekanan yang ada dalam ketel
uap dan tekanan kerja yang diijinkan dari ketel uap harus
dinyatakan dengan garis merah.

c. Gelas Praduga (Water Level)
Alat ini berfungsi untuk mengetahui kedudukan permukaan air
dalam ketel uap.
d. Suling Tanda bahaya
Alat ini berfungsi untuk memberi isyarat suara apabila air di dalam
ketel melampaui batas terendah yang ditentukan.

e. Keran Pembuang (Blow Down)
Alat ini berfungsi untuk mengeluarkan kotoran berupa lumpur,
lemak, dan kotoran lain dari dala ketel. Yang perlu diperhatikan
adalah pada waktu membuka keran ini, ketel pada kondisi
tekanan dan suhu yang sudah rendah serta pembukaan dilakukan
secara perlahan-lahan.

f. Lubang Pembersih
Lubang pembersih berguna bagi petugas pemeriksa/pembersih
ketel uap dalam membersihkan atau mengeluarkan kotorankotoran
dari dalam ketel.

PROSEDUR PENERAPAN K3


Prosedur Penerapan K3


Setelah mengetahui peraturan perundangan tentang K3,yang tak kalah penting adalah menerapkan prosedur K3 ditempat kerja.Bidang pekerjaan maupun tempat kerja bermacam-macam, oleh karena itu masing-masing bidang pekerjaan memerlukan prosedur penerapan K3 yang berbeda.Namun demikian terdapat beberapa prinsip dasar penerapan K3 yang berlaku secara umum. Salah satu aspek yang perlu diketahui adalah pengetahuan tentang alat-alat pelindung diri.Pemakaian alat pelindung diri atau pekerja perlu disesuaikan dengan jenis pekerjaannya.Misalnya alat pelindung kepala bagi pekerja proyek bangunan dengan operator mesin bubut akan lain, demikian juga kaca mata bagi opertor mesin bubut tentu lain dengan kaca mata bagi operator las.Secara umum,berbagai alat pelindung diri bagi pekerja meliputi:

a. Alat pelindung kepala (berbagai macam topi, helm)
b. Alat pelindung muka dan mata (berbagai jenis kaca mata)
c. Alat pelindung telinga (berbagai macam tutup telinga)
d. Alat pelindung hidung (berbagai macam masker)
e. Alat pelindung kaki (berbagai macam sepatu)
f. Alat pelindung tangan (berbagai macam sarung tangan)
g. Alat pelindung badan (apron, wearpack, baju kerja)

Biasanya tiap perusahaan/industri mempunyai model, warna pakaian kerja, serta alat pelindung diri lain yang sudah ditentukan oleh masing-masing perusahaan.Seorang pekerja tinggal mengikuti peraturan pemakaian pakaian kerja serta alat pelindung diri yang sudah ditentukan perusahaan.

 Perlu mendapatkan penekanan adalah kesadaran dan kedisiplinan pekerja untuk memakai pakaian dan alat-alat peindung diri tersebut.Kadang-kadang pekerja enggan memakai alat pelindung diri karena merasa kurang nyaman atau tidak bebas.Hal ini dapat berakibat fatal.Pekerja tidak menyadari akibat atau dampak yang terjadi apabila terjadi kecelakaan kerja.Contoh sederhana adalah pemakaian helm bagi pengendara sepeda motor,mereka memakai helm apabila ada polisi saja.Padahal pemakaian helm adalah demi keselamatan mereka sendiri

Selasa, 19 Maret 2013

PERATURAN PERUNDANGAN K3


Peraturan Perundangan K3


Terdapat banyak peraturan perundangan yang terkait dengan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. Peraturan perundangan tersebut berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Menteri serta Surat Edaran
Menteri. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam menangani K3.Salah satu Undang-Undang yang terkait dengan K3 adalah Undang67Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.Undang-undang ini merupakan pengganti undang-undang tentang K3 pada masa pemerintahan Belanda, yaitu Veiligheids Reglement Tahun 1910 (VR 1910 Stbl. 406). UU No. 1 Th. 1970 terdiri dari 11 Bab dan 18 Pasal, dan mulai berlaku sejak 12 Januari 1970.

 
Undang-Undang lain yang terkait dengan K3 adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Undang-undangini terdiri dari 28 bab dan 193 Pasal, dan mulai berlaku sejak 25 Maret 2003.Walaupun Undang-undang ini banyak mengatur tentang ketenaga kerjaan,namun disinggung juga tentang K3, terutama pada Bab X yang berisi tentang Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejahteraan.Terkait dengan K3 di bidang pesawat uap dan bejana tekan, terdapat Undang-Undang Uap Tahun 1930(Stoom Ordonantie 1930).

 
Selain Undang-Undang, terdapat beberapa peraturan yang merupakan penjabaran atau pelaksanaan dari Undang-undang tentang K3.Beberapa peraturan yang terkait dengan K3 di bidang industri yang perlu diketahui antara lain:

 
  1. Paraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening 1930).

 
  1. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahn 1964 tentang
    Syarat-syarat Kesehatan,Kebersihan, dan Penerangan di Tempat
    Kerja.
  1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-01/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Kesehatan Kerja.
  2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.

     
  3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
  4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-01/MEN/1982 tentang Bejana Tekan.

     
  5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04.MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata Cara Penunjukan,Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-02.MEN/1992 Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP. 13/MEN/1984 Tentang Pola Kampanye Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja

PENGERTIAN K3


Pengertian K3


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan bagian penting yang harus dipahami dan diterapkan dalam dunia kerja, utamanya didunia industri modern. Di dalam industri modern terdapat berbagai mesin,peralatan, dan proses produksi yang menuntut prosedur tertentu supaya terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Secanggih apapun mesin yang digunakan atau sebesar apapun produksi yang dihasilkan,semua itu tidak ada artinya apabila merugikan manusia atau pekerja. Hal ini didasari pertimbangan bahwa apabila terjadi kecelakaan kerja,terdapat dua kerugian, yaitu kerugian materi dan non materi. Kerugian yang bersifat materi dapat dicari gantinya serta dapat dinilai dengan uang, tetapi kerugian non materi, misalnya cacat, sakit, atau bahkan meninggal dunia, tidak dapat dinilai dengan uang.Dengan menyadari arti penting keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, maka sebelum terjun langsung di dunia kerja, seorang pekerja harus mengetahui rambu-rambu, peraturan-perundangan (regulasi),prosedur penerapan K3, serta teknis penerapan K3 di lapangan.Pada prinsipnya, tujuan utama penerapan K3 adalah agar kita dapat bekerja dengan aman, nyaman, terhindar dari kecelakaan, termasuk ledakan,kebakaran, penyakit akibat kerja, serta pencemaran lingkungan kerja.

Dengan menyadari arti penting keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, maka sebelum terjun langsung di dunia kerja, seorang pekerja harus mengetahui rambu-rambu, peraturan-perundangan (regulasi),prosedur penerapan K3, serta teknis penerapan K3 di lapangan. Pada prinsipnya, tujuan utama penerapan K3 adalah agar kita dapat bekerja dengan aman, nyaman, terhindar dari kecelakaan, termasuk ledakan,kebakaran, penyakit akibat kerja, serta pencemaran lingkungan kerja

PENGENDALIAN BAHAYA KEBISINGAN


Pengendalian Bahaya Kebisingan (Noise)


Kebisingan sampai pada tingkat tertentu bisa menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran manusia. Risiko terbesar adalah hilangnya pendengaran (hearing loss) secara permanen. Dan jika risiko ini terjadi (biasanya secara medis sudah tidak dapat diatasi/"diobati"). Sudah barang tentu akan mengurangi efisiensi pekerjaan si penderita secara signifikan. 
Secara umum dampak kebisingan bisa dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu: 
1. Dampak auditorial (Auditory effects) 
2. Dampak ini berhubungan langsung dengan fungsi (perangkat keras) pendengaran, seperti hilangnya/berkurangnya fungsi pendengaran, suara dering/ berfrekuensi tinggi dalam telinga. 
3. Dampak nonauditorial (Nonauditory effects) 
4. Dampak ini bersifat psikologis, seperti gangguan cara berkomunikasi, kebingungan, stres, dan berkurangnya kepekaan terhadap masalah keamanan kerja. 
Berikut ini adalah beberapa tingkat kebisingan beberapa sumber suara yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk menilai tingkat keamanan kerja : 
1. Percakapan biasa (45-60 dB) 
2. Bor listrik (88-98 dB) 
3. Suara anak ayam (di peternakan) (105 dB) 
4. Gergaji mesin (110-115 dB) 
5. Musik rock (metal) (115 dB) 
6. Sirene ambulans (120 dB) 
7. Teriakan awal seseorang yang menjerit kesakitan (140 dB) 
8. Pesawat terbang jet (140 dB). 
Sedangkan jenis industri, tempat kebisingan bisa menjadi sumber bahaya yang potensial bagi pekerja antara lain : 
1. Industri perkayuan (wood working & wood processing) 
2. Pekerjaan pemipaan (plumbing) 
3. Pertambangan batu bara dan berbagai jenis pertambangan logam.